Langkah kaki saya terhenti di
sebuah rumah yang terpasang papan bergambar rute pendakian Gunung Merbabu , terlihat
beberapa pendaki melakukan breafing untuk memulai perjalanan. Saya masuk ke
dalam rumah yang telah penuh sesak dengan motor juga sebuah lemari kaca yang memajang
souvenir dan peralatan pendakian seperti senter, baterai, kaos tangan dan
sebagainya. Ruang tengah berisi dipan rendah tempat istirahat demikian pula
bagian dapur rumahnya. Sebuah tungku kayu bakar atau disebut dengan ‘luweng’
menjadi titik sempurna untuk berkumpul ketika dingin menyapa. Teman-teman
sesama pendaki menyebut rumah ini sebagai basecamp.
Si empunya rumah, Sutiyoso (kami menyebutnya Mbah Yos) selalu menyambut kami
dengan kehangatan khas desa . “Sugeng to nak, rombongan saking pundhi niki ? “
(Bagaimana kabarnya, nak. Rombongan dari mana ini?). “Dari Jogja mbah”. Begitu
dan obrolan akan berlanjut mengenai situasi terakhir Merbabu. Masalah pendaki,
air, jalur atau perkara kebakaran hutan.
Merbabu sebuah gunung yang
bersebelahan dengan Gunung Merapi. Gunung Merbabu memiliki 7 puncak yang
dikagumi para penggiat alam bebas. Gunung yang terletak di 3 kabupaten;
Semarang, Boyolali, dan Magelang menjadi favorit para pendaki gunung, karena
memiliki jalur pendakian yang beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Ada 4
jalur resmi pendakian yang familiar di kalangan pendaki, yakni; Thekelan, Selo,
Cuntel dan Wekas. 4 jalur dengan jarak dan tingkat kesulitan berbeda akan
bertemu di puncak utama dengan ketinggian 3142 Mdpl. Wekas adalah sebutan populer untuk jalur
bagian selatan, sedang secara administratif basecamp ini berada di Desa Kaponan,
Magelang.
Jalur
Wekas merupakan jalur terpendek untuk
sampai di Puncak Merbabu, dengan panjang rute sekitar 4,54 km. Jalur setapak dengan mengikut
alur pipa air yang dipasang penduduk, dengan medan yang tidak terjal dan cukup
landai bisa dijadikan rujukan untuk para pemula. Hutan yang rimbun melindungi
dari terik matahari, sehingga tidak begitu menguras tenaga berlebih. Sepajang
jalur pendakian ada instalasi air, sehingga ketersediaan air cukup aman, sebab
bisa diambil dari bak-bak penampungan atau rembesan dari pipa yang bocor.
Selain
Wekas ada 3 Jalur lain yang populer, yaitu Jalur Thekelan, Cuntel dan Selo.
Jalur Thekelan di mulai dari kawasan objek wisata Umbul Songo, Kopeng,
Salatiga. Dari Umbul Songo para pendaki harus mengarahkan perjalanan ke Desa
Thekelan. Desa ini merupakan desa terakhir. Jalur cuntel juga di mulai dari kawasan wisata
Umbul Songo. Dari sini pendaki harus mengarahkan perjalanan ke Desa Cunthel.
Perjalanan dari Umbul Songo menuju Basecamp Desa Cunthel ini melewati hutan
pinus dan ladang penduduk. Sedangkan jalur pendakian Selo (dari arah utara)
dimulai dari Desa Selo (Boyolali). Desa terakhir yang ditemui jika melewati
jalur ini adalah Desa Tuk Pakis. Perjalanan dari Selo ke Tuk Pakis memakan
waktu sekitar satu jam.
Gunung
Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung
atau Gunung Pam(a)rihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal
dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi,
"merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan
"abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda.
Gunung Merbabu merupakan gunung api tua. Letusan terakhir terjadi pada tahun
1968 menyebabkan erosi sehingga membentuk dataran tinggi yang lebar dan
terpisah pada puncak-puncaknya, yang kemudian membentuk kaldera yang telah mati
seperti Kawah Condrodimuko, Kawah Kombang, Kawah Kendang, dan Kawah
Sambernyowo.
2 jam berjalan dari basecamp
Wekas, sampailah saya di sebuah pelataran yang luas dan biasa digunakan para
pendaki untuk mendirikan tenda. Air yang tersedia ditempat tersebut cukup
melimpah, sehingga menjadi lokasi favorit pendaki untuk membangun kemah.
Pepohonan yang mengelilingi juga memberikan perlindungan dari hembusan angin
dan paparan sinar matahari. Sejenak beristirahat sambil memandang puncak-puncak
Merbabu yang jelas terlihat dari lokasi ini. Puncak Watu tulis dengan pemancar
yang menjulang, Puncak Kukusan yang berada di tengah lembah, serta Puncak
Syarif dan Kenteng Songo yang berdiri berdampingan.
Di pos II inilah saya memutuskan untuk bermalam. Dalam tenda
yang hangat, diselingi aktivitas menyiapkan menu makan malam. Memasak adalah
salah satu moment yang ditunggu, sambil mengelilingi perapian dari kompor
berbahan bakar alkohol. Secangkir teh hangat, sepiring nasi goreng dan beberapa
camilan, menu sederhana namun terasa mewah saat dihidangkan diketinggan 1900
Mdpl . Santap malam bersama rekan-rekan pendaki, sambil diiringi canda tawa
telah mengusir rasa lapar, dahaga dan lelah setelah setengah hari berjalan
mendaki.
Malam semakin larut, bintang mulai bersinar dan tak kalah
dengan lampu-lampu di bawah sana yang gemerlapan. Temaram cahaya bulan,
menerangi malam yang dingin dan hembusan angin yang membekukan suasana. Cahaya
hangat dari dalam tenda, seberkas sinar dari pancaran headlamp, gemerlap cahaya lampu kota dan nan jauh di sana bintang
ribuan tahun cahaya menghiasi angkasa menemani rembulan yang bersinar. Saatnya
istirahat, setelah semua barang dikemas dan diberesi agar esok pagi siap untuk
dipergunakan. Malam yang dingin, namun terasa hangat dalam naungan tenda dan
berbelutkan kantung tidur beralaskan matras yang empuk. Alam mimpi menjemput
dan saatnya tubuh beristirahat untuk persiapan perjuangan mendaki puncak keesok
harinya.
Jam 04.00 saya beserta beberapa pendaki memulai perjalanan
summit attact. Jaket dengan lapisan penahan angin, headlamp selalu siaga untuk memberikan penerangan dan sepatu trekking untuk menjaga keamanan kaki
disaat melangkah. Rute setelah Pos II
menanjak menuju pertemuan dengan jalur Cuntel dan Tekelan. Jalan setapak
dengan dinaungi pepohonan yang rimbun. Jalan tanah kini sudah berganti bebatuan yang
menandakan segera sampai di pertemuan jalur. Arloji menunjukkan pukul 05.20,
matahari mulai menampakkan cahayanya. Sebelah barat kami Gunung Sumbing dan
Sindoro berdiri dengan gagahnya. Langkah kaki berhenti disebuah pertigaan jalur
dan sejenak beristirahat sambil menikmati matahari terbit.
Jembatan Setan, begitu pendaki menyebut sebuah tanjakan di depan
mata yang nampak curam. Dengan perlahan tubuh merambat di sebuah bukit yang
memanjang dengan sisi kanan kiri jurang yang menganga. Embun pagi yang
membasahi tubuh seolah tidak menghalangi kaki untuk terus melangkah menuju puncak.
Jalur semakin menyempit dan panjang nampak seolah berjalan di punggung sapi,
sehingga lokasi ini dinamakan "Geger Sapi". Berjalan terus dengan
jalur yang semakin terjal, dan kali ini langkah kaki harus berhenti di pertigaan.
jalur yang kekiri menuju Puncak Syarif dan yang kanan menuju Puncak Kenteng
Songo.
Puncak Syarif menjadi tujuan pertama. Hanya berjalan sekitar
5 menit, maka sampailah disebuah puncak dengan ketinggian 3119mdpl. Puncak yang
dinamakan Syarif, konon ada seorang yang bernama Syarif melarikan diri dari
Belanda pada jaman penjajahan dahulu dan bersembunyi di puncak gunung. Cerita
pelarian Syarif yang melegenda, sehingga namanya diabadikan sebagai salah satu
Puncak di Gunung Merbabu. Sejenak menikmati keindahan matahari terbit dari
puncak disisi selatan Merbabu.
Perjalanan dilanjutan, dan saatnya menuju puncak yang
tertinggi di Gunung Merbabu. Melewati sebuah punggungan yang panjang dan sebuah
tanjakan yang sangat terjal yang diberi namakan "Ondo Rante", maka
sampailah di Puncak Kenteng Songo. Sebuah puncak yang namanya dihubungkan
dengan adanya batu kenteng yang berjumlah sembilan. Sebuah batu bulat dengan lubang
ditengahnya, menjadi penanda puncak Kenteng Songo. Sangat disayangkan, sebuah
simbol alam harus menjadi korban tangan jahil dengan coretan, dan pengrusakan
batu yang dianggap keramat tersebut.
Belum lengkap jika belum menginjakan kaki dipuncak sejati
Gunung Merbabu dengan ketinggian 3142mdpl. Hanya 3 menit berjalan, maka
sampailah di puncak tertinggi Gunung Merbabu. Dari tempat ini, seolah berdiri
ditengah-tengan Jawa Tengah. Di sisi Selatan berdiri megah Gunung Merapi yang
angker, disisi barat Sindoro Sumbing berdiri kokoh, disisi utara Gunung Andong,
Telomoyo, Ungaran dan Muria nampak jelas, dan sisi timur nampak samar Puncak
Hargo Dumilah Gunung Lawu. Seluruh permukaan Gunung Merbabu, terlihat jelas
dari segala penjuru disaat mata memandang seluas-luasnya.