Senin, 25 Februari 2013

Berkunjung ke Damalung


Langkah kaki saya terhenti di sebuah rumah yang terpasang papan bergambar rute pendakian Gunung Merbabu , terlihat beberapa pendaki melakukan breafing untuk memulai perjalanan. Saya masuk ke dalam rumah yang telah penuh sesak dengan motor juga sebuah lemari kaca yang memajang souvenir dan peralatan pendakian seperti senter, baterai, kaos tangan dan sebagainya. Ruang tengah berisi dipan rendah tempat istirahat demikian pula bagian dapur rumahnya. Sebuah tungku kayu bakar atau disebut dengan ‘luweng’ menjadi titik sempurna untuk berkumpul ketika dingin menyapa. Teman-teman sesama pendaki menyebut rumah ini sebagai basecamp. Si empunya rumah, Sutiyoso (kami menyebutnya Mbah Yos) selalu menyambut kami dengan kehangatan khas desa . “Sugeng to nak, rombongan saking pundhi niki ? “ (Bagaimana kabarnya, nak. Rombongan dari mana ini?). “Dari Jogja mbah”. Begitu dan obrolan akan berlanjut mengenai situasi terakhir Merbabu. Masalah pendaki, air, jalur atau perkara kebakaran hutan.

Merbabu sebuah gunung yang bersebelahan dengan Gunung Merapi. Gunung Merbabu memiliki 7 puncak yang dikagumi para penggiat alam bebas. Gunung yang terletak di 3 kabupaten; Semarang, Boyolali, dan Magelang menjadi favorit para pendaki gunung, karena memiliki jalur pendakian yang beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Ada 4 jalur resmi pendakian yang familiar di kalangan pendaki, yakni; Thekelan, Selo, Cuntel dan Wekas. 4 jalur dengan jarak dan tingkat kesulitan berbeda akan bertemu di puncak utama dengan ketinggian 3142 Mdpl.  Wekas adalah sebutan populer untuk jalur bagian selatan, sedang secara administratif basecamp ini berada di Desa Kaponan, Magelang.

Jalur Wekas merupakan jalur  terpendek untuk sampai di Puncak Merbabu, dengan panjang rute sekitar 4,54 km. Jalur setapak dengan mengikut alur pipa air yang dipasang penduduk, dengan medan yang tidak terjal dan cukup landai bisa dijadikan rujukan untuk para pemula. Hutan yang rimbun melindungi dari terik matahari, sehingga tidak begitu menguras tenaga berlebih. Sepajang jalur pendakian ada instalasi air, sehingga ketersediaan air cukup aman, sebab bisa diambil dari bak-bak penampungan atau rembesan dari pipa yang bocor.

Selain Wekas ada 3 Jalur lain yang populer, yaitu Jalur Thekelan, Cuntel dan Selo. Jalur Thekelan di mulai dari kawasan objek wisata Umbul Songo, Kopeng, Salatiga. Dari Umbul Songo para pendaki harus mengarahkan perjalanan ke Desa Thekelan. Desa ini merupakan desa terakhir.  Jalur cuntel juga di mulai dari kawasan wisata Umbul Songo. Dari sini pendaki harus mengarahkan perjalanan ke Desa Cunthel. Perjalanan dari Umbul Songo menuju Basecamp Desa Cunthel ini melewati hutan pinus dan ladang penduduk. Sedangkan jalur pendakian Selo (dari arah utara) dimulai dari Desa Selo (Boyolali). Desa terakhir yang ditemui jika melewati jalur ini adalah Desa Tuk Pakis. Perjalanan dari Selo ke Tuk Pakis memakan waktu sekitar satu jam.

Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, "merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda. Gunung Merbabu merupakan gunung api tua. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1968 menyebabkan erosi sehingga membentuk dataran tinggi yang lebar dan terpisah pada puncak-puncaknya, yang kemudian membentuk kaldera yang telah mati seperti Kawah Condrodimuko, Kawah Kombang, Kawah Kendang, dan Kawah Sambernyowo.

2 jam berjalan dari basecamp Wekas, sampailah saya di sebuah pelataran yang luas dan biasa digunakan para pendaki untuk mendirikan tenda. Air yang tersedia ditempat tersebut cukup melimpah, sehingga menjadi lokasi favorit pendaki untuk membangun kemah. Pepohonan yang mengelilingi juga memberikan perlindungan dari hembusan angin dan paparan sinar matahari. Sejenak beristirahat sambil memandang puncak-puncak Merbabu yang jelas terlihat dari lokasi ini. Puncak Watu tulis dengan pemancar yang menjulang, Puncak Kukusan yang berada di tengah lembah, serta Puncak Syarif dan Kenteng Songo yang berdiri berdampingan.

Di pos II inilah saya memutuskan untuk bermalam. Dalam tenda yang hangat, diselingi aktivitas menyiapkan menu makan malam. Memasak adalah salah satu moment yang ditunggu, sambil mengelilingi perapian dari kompor berbahan bakar alkohol. Secangkir teh hangat, sepiring nasi goreng dan beberapa camilan, menu sederhana namun terasa mewah saat dihidangkan diketinggan 1900 Mdpl . Santap malam bersama rekan-rekan pendaki, sambil diiringi canda tawa telah mengusir rasa lapar, dahaga dan lelah setelah setengah hari berjalan mendaki.

Malam semakin larut, bintang mulai bersinar dan tak kalah dengan lampu-lampu di bawah sana yang gemerlapan. Temaram cahaya bulan, menerangi malam yang dingin dan hembusan angin yang membekukan suasana. Cahaya hangat dari dalam tenda, seberkas sinar dari pancaran headlamp, gemerlap cahaya lampu kota dan nan jauh di sana bintang ribuan tahun cahaya menghiasi angkasa menemani rembulan yang bersinar. Saatnya istirahat, setelah semua barang dikemas dan diberesi agar esok pagi siap untuk dipergunakan. Malam yang dingin, namun terasa hangat dalam naungan tenda dan berbelutkan kantung tidur beralaskan matras yang empuk. Alam mimpi menjemput dan saatnya tubuh beristirahat untuk persiapan perjuangan mendaki puncak keesok harinya.

Jam 04.00 saya beserta beberapa pendaki memulai perjalanan summit attact. Jaket dengan lapisan penahan angin, headlamp selalu siaga untuk memberikan penerangan dan sepatu trekking untuk menjaga keamanan kaki disaat melangkah. Rute setelah Pos II  menanjak menuju pertemuan dengan jalur Cuntel dan Tekelan. Jalan setapak dengan dinaungi pepohonan yang rimbun.  Jalan tanah kini sudah berganti bebatuan yang menandakan segera sampai di pertemuan jalur. Arloji menunjukkan pukul 05.20, matahari mulai menampakkan cahayanya. Sebelah barat kami Gunung Sumbing dan Sindoro berdiri dengan gagahnya. Langkah kaki berhenti disebuah pertigaan jalur dan sejenak beristirahat sambil menikmati matahari terbit.

Jembatan Setan, begitu pendaki menyebut sebuah tanjakan di depan mata yang nampak curam. Dengan perlahan tubuh merambat di sebuah bukit yang memanjang dengan sisi kanan kiri jurang yang menganga. Embun pagi yang membasahi tubuh seolah tidak menghalangi kaki untuk terus melangkah menuju puncak. Jalur semakin menyempit dan panjang nampak seolah berjalan di punggung sapi, sehingga lokasi ini dinamakan "Geger Sapi". Berjalan terus dengan jalur yang semakin terjal, dan kali ini langkah kaki harus berhenti di pertigaan. jalur yang kekiri menuju Puncak Syarif dan yang kanan menuju Puncak Kenteng Songo.

Puncak Syarif menjadi tujuan pertama. Hanya berjalan sekitar 5 menit, maka sampailah disebuah puncak dengan ketinggian 3119mdpl. Puncak yang dinamakan Syarif, konon ada seorang yang bernama Syarif melarikan diri dari Belanda pada jaman penjajahan dahulu dan bersembunyi di puncak gunung. Cerita pelarian Syarif yang melegenda, sehingga namanya diabadikan sebagai salah satu Puncak di Gunung Merbabu. Sejenak menikmati keindahan matahari terbit dari puncak disisi selatan Merbabu.

Perjalanan dilanjutan, dan saatnya menuju puncak yang tertinggi di Gunung Merbabu. Melewati sebuah punggungan yang panjang dan sebuah tanjakan yang sangat terjal yang diberi namakan "Ondo Rante", maka sampailah di Puncak Kenteng Songo. Sebuah puncak yang namanya dihubungkan dengan adanya batu kenteng yang berjumlah sembilan. Sebuah batu bulat dengan lubang ditengahnya, menjadi penanda puncak Kenteng Songo. Sangat disayangkan, sebuah simbol alam harus menjadi korban tangan jahil dengan coretan, dan pengrusakan batu yang dianggap keramat tersebut.

Belum lengkap jika belum menginjakan kaki dipuncak sejati Gunung Merbabu dengan ketinggian 3142mdpl. Hanya 3 menit berjalan, maka sampailah di puncak tertinggi Gunung Merbabu. Dari tempat ini, seolah berdiri ditengah-tengan Jawa Tengah. Di sisi Selatan berdiri megah Gunung Merapi yang angker, disisi barat Sindoro Sumbing berdiri kokoh, disisi utara Gunung Andong, Telomoyo, Ungaran dan Muria nampak jelas, dan sisi timur nampak samar Puncak Hargo Dumilah Gunung Lawu. Seluruh permukaan Gunung Merbabu, terlihat jelas dari segala penjuru disaat mata memandang seluas-luasnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar