Jumat, 20 Mei 2011

Lawu, Pada Sebuah Awal

Mengais Ingatan 4 Tahun Lalu...

Aku bukanlah seseorang yang berani menantang bahaya pun mengambil resiko. Terkadang, dalam hematku kata “mencegah” nampaknya menjadi hal yang harus dilakukan. Kalo sudah tahu hujan ya gak usah keluar, kalo sudah tau macet ya gak usah lewat jalan itu. Suatu ketika beberapa teman SMA mengajakku pergi bermain-main.

“Enggak deh, kayaknya gak berani deh”, kataku
“Ayolah, coba dulu sebelum bicara”, jawab mereka
“Takut nyusahin juga, belum pernah naek gunung”
“Makanya dicoba!”

Mungkin karena setan yang menggangguku adalah keturunan setan yang bisa membuat Adam keluar dari syurga, makanya tanpa babibu aku memutuskan ikut kemudian. Pendakian pertama, Lawu.

Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api “istirahat”. Rencana perjalanan sudah di siapkan, aku tak henti-henti bertanya soal perlengkapan. Parno banget sama yang namanya bahaya.
Dari Jogja kami naik prameks paling pagi dan turun di Palur. Dari Palur akan ada angkutan yang membawa kami naik sampai ke terminal Tawangmangu. Darisana biasa banyak colt atau angkutan sayur yang akan mengantar para pendaki sampai ke Basecamp pendakian. Ada dua jalur pendakian yang umumnya digunakan yaitu : Cemorokandang di Tawangmangu, Jawa Tengah, serta Cemorosewu, di Magetan, Jawa Timur. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya 200 m.
Pendakian dari Cemorosewu melalui dua sumber mata air: Sendang (kolam) Panguripan terletak antara Cemorosewu dan Pos 1 dan Sendang Drajat di antara Pos 4 dan Pos 5. Pendakian melalui cemorosewu akan melewati 5 pos. Jalur melalui Cemorosewu lebih nge-track. Akan tetapi jika kita lewat jalur ini kita akan sampai puncak lebih cepat daripada lewat jalur Cemorokandang. Pendakian melalui Cemorosewu jalannya cukup tertata dengan baik. Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata. Jalur dari pos 3 menuju pos 4 berupa tangga yang terbuat dari batu alam. Pos ke4 baru direnovasi,jadi untuk saat ini di pos4 tidak ada bangunan untuk berteduh. Biasanya kita tidak sadar telah sampai di pos 4.
Di dekat pos 4 ini kita bisa melihat telaga Sarangan dari kejahuan. Jalur dari pos 4 ke pos 5 sangat nyaman, tidak nge-track seperti jalur yang menuju pos 4. Di pos2 terdapat watu gedhe yang kami namai watu iris(karena seperti di iris).
Di dekat pintu masuk Cemorosewu terdapat suatu bangunan seperti masjid yang ternyata adalah makam.Untuk mendaki melalui Cemorosewu(bagi pemula) janganlah mendaki di siang hari karena medannya berat untuk pemula. 
Karena alasan di atas kami memilih jalur Cemorokandang. Sesampainya di basecamp pukul 10.30 WIB kaki lalu menyempatkan diri untuk makan siang terlebih dahulu. Sekalian aklimatisasi agar tidak terlalu kaget dengan menipisnya oksigen setiap berubah ketinggian. Pukul 13.00 WIB kami berangkat mendaki.
Setelah 1,5 jam berjalan, sampailah kami di Pos 1, Taman Sari Bawah. Berhenti sebentar untuk istirahat. Benar saja, luar biasa menantang bagiku karena pengalaman pertama. Meski jalan tak terlalu menanjak namun nafas ini nampaknya sedang tidak berkompromi. Perjalanan di lanjut ke Pos 2, Taman Sari Atas yang berjarak sekitar satu jam dari Pos 1.

Di pos 2 kami menyempatkan diri untuk makan (lagi-lagi makan). Lumayan menguras tenaga juga batinku. Peluh ini tak berhenti menetes. Semakin sering berhenti maka akan semakin sering capek, begitu kata teman-teman. Makanya aku memaksa diriku untuk sedikit berusaha daripada biasanya.

Makan dulu, Pos Taman Sari



Pos Taman Sari Atas

Pos ketiga, Penggik. Dapat di capai dengan berjalan 2 jam dari Taman Sari Atas. Kami sampai penggik ketika adzan berkumandang. Terimakasih Tuhan, akhirnya makan lagi (makan terus,hehehe). Susah payah sampai di Penggik. Pake acara bohong-bohongan segala.
“Itu loh, atas sedikit. Sedikiiiiit lagi pasti dah nyampe. Ayo jalan lagi”, rayu mereka.
Di Penggik kami akan beristirahat cukup lama untuk mempersiapkan diri ke puncak. Well, ngeri sekali rasanya. Tiba-tiba saja kangen kasur di rumah. Pasti enak banget tuh. Dingin menyergap.


Pukul 02.00 WIB kami terbangun dengan suara riuh rendah. Penggik kedatangan banyak tamu. Karena pondok sempit sudah sesak dengan pendaki lain yang juga beristirahat, kami memutuskan untuk meneruskan perjalanan.
Setelah melewati Ondo Rante, sampailah kami di Pos 4, Cokro Suryo. Di sambut bulan yang begitu sempurna dan angin yang lumayan kencang. Berhenti sejenak, mengumpulkan tenaga untuk meneruskan perjalanan.
Pos 5 sudah di depan mata. Lelah dan dingin membuatku tak berdaya.
“aduh, sampai sini aja ya” kataku
“ya ampun, 15 menit kalik nyampe puncak”
Ingin rasanya ambruk, tapi teman-teman meyakinkan. Akhirnya, dengan berpeluh-peluh dan langkah yang sempoyongan, di depan saya membentang langit penuh bintang tanda Hargo Dumilah sudah dekat.
“Silahkan menapakkan kaki di puncak”
Saya mendapat kehormatan sebagai orang pertama di tim yang menapakkan kaki di puncak. Rasanya bangga dan tak percaya. Saya telah sampai di puncak lawu, Hargo Dumilah (3265 mdpl). Semua teman menyelamati.

Tuhan, inikah yang kau beri nama keindahan... Seakan tak percaya di buatnya. Awan berada dibawah kami. Harga yang di bayar benar-benar sepadan dengan apa yang kami dapat.





Sunrise puncak


Hargo Dumilah


Penduduk Asli, hehehe

Pulangnya kami lewat jalur Cemoro Sewu. Jalannya sudah bagus dengan batu yang di tata di sepanjang jalurnya. Yah lumayanlah, pijat refleksi (tapi setahun lamanya)hehehe...

Pintu Gerbang Cemoro sewu



Berfoto dengan para AGL (Tim Sar Lawu)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar