Ada kalanya, hujan itu memberi ruang besar untuk menemukan sesuatu. Terkadang adalah wahana yang begitu nyata tentang apa yang dinamakan " refleksi". Kali ini saya lebih suka menikmatinya dengan secangkir kopi tradisional khas sebuah perkebunan yang coffe shop nya tersebar di beberapa kota, Banaran.
Di sana saya berbincang ngalor-ngidul dengan seorang dokter (masih) muda yang dimata saya begitu cantik karena keseksiannya berfikir dan caranya menyampaikan pendapat. Yang saya heran adalah, bagaimana bisa saya begitu nyambung dengan obrolannya mengenai segala macam penyakit, obat, budaya masyarakat, layanan kesehatan, stigma kepada komunitas tertentu, dan tentunya bagaimana birokrasi kadang jadi hal yang paling menyebalkan di dunia. Malam ini saya menemukan jawabannya, karena saya ada dalam lingkaran apa yang kami bicarakan tersebut.
Secara langsung saya tahu bagaimana ketidaknyamanan komunitas tertentu pada akses layanan kesehatan. Bagaimana kemudian mereka di stigma atas identitas yang melekat pada diri mereka. Bagaimana identitas tersebut dipandang sebagai sebuah "perbedaan" yang melahirkan diskriminasi, bukannya sebagai "keberagaman" yang nyatanya lebih indah.
Bukannya saya mengecilkan apa yang dinamakan orang-orang dengan "sekolah". Sebuah institusi yang di kultuskan begitu rupa hingga membuat segelintir orang lupa bahwa semua tempat sejatinya adalah "sekolah" (tempat belajar) dan setiap orang adalah "guru". Tapi lihatlah, apa yang saya lakukan 2 tahun ini berdampak begitu besarnya, bahkan membuat saya tidak kikuk berbagi pikiran dengan seorang dokter yang sekaligus staf pengajar pasca sarjana ini. Kemudian saya mulai bertanya-tanya, kenapa orang menjadi begitu angkuh karena pendidikan informal yang dia dapat sedang dia tidak pernah berbuat apa-apa untuk sekelilingnya.
Dan teman-teman, inilah saat tepat untuk "refleksi"...semoga anda "menemukan"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar